|
Jenang Kudus (www.kratonpedia.com) |
Lintas Kudus - Kekayaan sejarah dan budaya di Indonesia merupakan suatu anugerah yang patut kita syukuri. Beragamnya budaya lokal yang dihasilkan tiap daerah, suku, serta ras yang berbeda di tiap daerah, merupakan aset budaya nasional Indonesia yang harus dilestarikan. Meskipun berbeda budaya dan adat istiadat di tiap daerah, namun semangat Nasionalisme Bhinneka Tunggal Ika harus tetap dijaga. Hal itu diharapkan agar bermacam budaya dan tradisi tersebut tetap terjaga, dan terlestarikan di tengah-tengah derasnya perkembangan zaman.
Jenang Kudus diyakini bertalian erat dengan cerita rakyat yang terjadi di desa Kaliputu, Kudus. hal ini tidak lepas dari legenda perjalanan Sunan Kudus dan Syekh Jangkung atau bisa dikenal dengan Saridin serta Dempok Soponyono dan cucunya. Konon, saat mbah Dempok Soponyono sedang asyik bermain dengan burung dara keplekan (balap) di pinggiran sungai, tanpa disadari cucunya tercebur dan hanyut di sungai itu.
|
Sedang Mengaduk Jenang (www.antarafoto.com) |
Selanjutnya ada 2 versi yang berpendapat berbeda mengenai kelanjutan cerita rakyat ini. Versi pertama mengatakan bahwa cucu dempok soponyono selamat namun diganggu oleh makhluk halus berambut api (Banaspati). Sedangkan versi kedua menyebutkan bahwa anak tersebut ditolong oleh sejumlah warga, sementara Mbah Dempok Soponyono telah menyadari cucunya telah hanyut terbawa arus.
Kedua versi tersebut bertemu kembali pada saat Sunan Kudus dan Syekh Jangkung sedang lewat lalu menghampiri kerumunan orang yang sedang panik melihat keadaan cucu Dempok Soponyono. Akhirnya Sunan Kudus berkesimpulan si anak sudah meninggal, namun Syeh Jangkung menyatakan cucu Mbah Dempok masih hidup dan hanya mati suri. Oleh karenanya, Syeh jangkung meminta ibu-ibu agar membuat jenang dari bubur gamping yang terbuat dari tepung beras, garam dan santan kelapa agar si anak lekas sadar dan dapat siuman kembali.
Dari legenda tersebut, berkembanglah usaha pembuatan jenang di desa Kaliputu. Mulai dari pemesanan ketika acara tasyakuran dan walimah, hingga berkembang menjadi makanan khas kudus yang dikenal masyarakat luas baik dalam negeri maupun manca negara.
|
Sedang Mengemas Jenang (www.antaranews.com) |
Melalui sejarah jenang inilah kemudian lahir tradisi kirab “Tebokan” yang biasanya dilaksanakan setiap tanggal 1 Muharram sebagai bentuk rasa syukur atas berkah dari usaha jenang, tepatnya di desa Kaliputu Kudus.
Tradisi “Tebokan” ini biasanya dilakukan sebagai wujud rasa syukur pengusaha jenang di Kudus. Menurut berbagai sumber Lahirnya home industri produk jenang dimulai dari desa Kaliputu, sampai sekarang ada sekitar 60 perusahaan jenang yang terdapat di Kabupaten Kudus, namun hanya berkisar 40-an saja yang mendaftarkan hak ciptanya kepada pemerintah.
Tradisi “tebokan” ini menjadi momen ajang kreativitas pengusaha jenang di kudus. Kirab “Tebokan” dilaksanakan secara khidmat dengan memperagakan visualisasi alat pembuatan jenang yang diletakkan di atas bak mobil terbuka yang dihias. Seperti; kawah (wajan besar), kalo (sejenis tampah dari niru), ember, dan parutan. Tidak ketinggalan pula linggis dan alat pendukung pembuatan jenang lainnya. Kata “Tebokan” sendiri sebenarnya berasal dari generasi pertama yang meletakan Jenang di atas tampah kecil (tebok) yang terbuat dari anyaman bambu sebagai suguhan untuk tamu. Sehingga ketika arak-arakan “Tebokan”, terdapat anak-anak kecil yang berhias menggunakan pakaian adat serta di atas kepalanya membawa Tebok yang berisi jenang untuk dibagi-bagikan kepada warga yang turut hadir menyaksikan kirab “Tebokan”.